Kamis, 06 Juni 2013

Tahukah kau apa itu Freemasonry?


Tahukah kau apa itu Freemasonry?


Freemasonry secara bahasa terdiri dari dua kata, Free dan Mason. Free artinya merdeka dan mason artinya tukang bangunan. Dengan demikian Freemasonry secara etimologis berarti "tukang-tukang bangunan yang merdeka".



Secara hakikat, Freemasonry atau Al-Masuniyyah (dalam bahasa Arab) adalah sebuah organisasi Yahudi Internasional bawah tanah yang tidak ada hubungannya dengan tukang-tukang bangunan yang terdapat pada abad pertengahan.

Freemasonry di atas juga tidak ada hubungannya dengan kegiatan pembangunan kapal atau katedral besar seperti yang banyak diduga oleh sebagian orang. Tetapi maksudFreemasonry di sini adalah tidak terikat dengan ikatan pihak manapun kecuali sesama freemason.
Freemasonry berasal dari gerakan rahasia yang dibuat oleh sembilan orang Yahudi di Palestina pada tahun 37 M, yang dimaksudkan sebagai usaha untuk melawan pemeluk Masehi, dengan cara pem*bunuhan terhadap orang per-orang.
Menurut buku Kabut-kabut Freemasonry, salah seorang yang disebut sebagai pendirinya adalah Herodes Agrida I (meninggal 44 M). Ia dibantu oleh dua orang Yahudi, Heram Abioud dan Moab Leomi.Freemasonry selanjutnya menempatkan dirinya sebagai musuh terhadap agama Masehi maupun Islam.
Pada tahun 1717 M gerakan rahasia ini melangsungkan seminar di London di bawah pimpinan Anderson. Ia secara formal menjabat sebagai kepala gereja Protestan, namun pada hakikatnya adalah seorang Yahudi. Dalam seminar inilah gerakan rahasia tersebut memakai namaFreemasonry sebagai nama barunya. Sebagai pendirinya adalah Adam Wishaupt, seorang tokoh Yahudi dari London, yang kemudian mendapatkan dukungan dari Albert Pike, seorang jenderal Amerika (1809-1891).
Organisasi ini sulit dilacak karena strukturnya sangat rahasia, teratur, dan rapi. Tujuan gerakan Freemasonry secara umum adalah:Menghapus semua agama, menghapus sistem keluarga, mengkucarkacirkan sistem politik dunia, selalu bekerja untuk menghancurkan kesejahteraan manusia dan merusak kehidupan politik, ekonomi, dan sosial negara-negara non-Yahudi atau Goyim (sebutan dari bangsa lain di luar Yahudi).
Tujuan akhir dari gerakan Freemason adalah mengembalikan bangunan Haikal Sulaiman yang terletak di Masjid Al-Aqsha, di kota Al-Quds (Yerussalem), mengibarkan bendera Israel, serta mendirikan pemerintahan Zionis Internasional, seperti yang diterapkan dalam Protokol para cendekiawan Zionis.
Buku Protokol ini berisikan langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh para hakkom, catatan pembicaraan yang dilakukan di dalam setiap rapat mereka,serta berisikan 24 bagian (ayat) yang mencakup rencana politik, ekonomi, dan keuangan, dengan tujuan menghancurkan setiap bangsa dan pemerintahan non-Yahudi,serta menyiapkan jalan penguasaan bagi orang-orang Yahudi terhadap dunia Internasional.
Dalam gerakannya, Freemasonry menggunakan tangan-tangan cendekiawan dan hartawan Goyim, tetapi di bawah kontrol orang Yahudi pilihan. Hasil dari gerakan ini di antaranya adalah mencetuskan tiga perang dunia, tiga revolusi (Revolusi Perancis, Revolusi Amerika, dan Revolusi Industri di Inggris), melahirkan tiga gerakan utama (Zionisme, Komunisme, dan Nazisme)

Freemansory terbagi ke dalam tiga tingkatan:
(1) Majelis Rendah atau Freemansory Simbolis;
(2) Fremansory Majelis Menengah; dan
(3) Fremansory Majelis Tinggi.

Dalam penerimaan keanggotaan, Freemasonry tidak mempersoal*kan agama calon anggota. Bahkan calon anggota disumpah sesuai dengan agama yang dianutnya. Dalam Freemasonry diadakan model kenaikan pangkat hingg level ke-33 bagi orang-orang Goyim. Orang-orang yang berhasil dijaring kemudian diberikan tugas untuk menyebarkan pahamFreemasonry dan bekerja untuk mereali*sasikan tujuannya.

Orang-orang tertarik kepada Freemasonry karena mereka menganggap bahwa organi*sasi ini bergerak di bidang kemanusiaan. Di balik itu mereka menanamkan doktirn Pengembangan Agama atau Polotisme, yang mengatakan semua agama itu sama, baik, dan benar. Lebih jauhFreemasonry dengan secara halus membawa anggotanya memahami Atheisme.


Freemasonry, organisasi Yahudi yang telah didirikan sejak lebih kurang tahun 900 SM, memiliki sepuluh program internasional.


Program ini dalam istilah Freemasonry dinamakan Harar atau Satanim, berlambangkan gurita berkaki sepuluh ular berbisa berkepala sepuluh, dan hantu penerkam berkuku baja.


Program Pertama
Program pertama dalam istilah Freemasonry dinamakan Takkim.

Pada masa Isa a.s.
Orang orang yahudi dengan segala tipu daya ingin membunuh Nabi Isa a.s. diantaranya fitnahan keji “ingin menjadi Raja Yahudi”yang disampaikan pada penguasa Romawi. Tetapi Allah SWT menyelamatkan Nabi Isa a.s. dan gantinya Yudas tersalib di Golgota. Maka setelah tiadanya nabi Isa, Yahudi berusaha menghancurkan ajran yang sudah disebarkan dengan “Takkim” yaitu :
# Merusak ajarannya yang ada seperti menghalalkan yang halal dan sebaliknya.
# Merusak akidah dengan doktrin Trinitas.
# Merusak Injil yang ada dengan Injil palsu.
# Saul (Paulus) dijadikan tandingan Nabi Isa a.s.

Pada Masa Islam
# Pada masa Rasulullah orang-orang Yahudi memupuk Munafiqin dan Muhadin. Mereka diantaranya berusaha menfitnah istri Nabi, mengacaukan ajaran Islam, memecah belah kaum Anshor dan Muhajirin.
# Memecah belah Ali r.a dan Muawiyah r.a. sehingga Aisyah turun tangan.
# Membuat ratusan hadist-hadist palsu, memsukkan dongeng Israiliyat merubah penafsiran Al-Quran dan sebagainya.
# Mendangkalkan aqidah umat dengan filsafat Yunani sehingga timbul aliran kerahiban, tarikat sufi, mu’tazilah dan sebagainya. Maka datangalah filsuf-filsuf Islam yang menguraikan akidah islam dengan jalan filsafat Yunani, menuruti pikiran Aflatun (Plato), Aristun (Aristoteles) dan lainya.
# Membuat lembaga pendidikan Islam yang dipimpin seorang alim didikan Freemasonry yang menafsirkan Alquran dan hadist dengan alam pikiran Freemasonry.
# Menhidupkan sunnah-sunnah jahiliah dengan alasan melestarikan adat istiadat nenek moyang.
# Menjadikan Islam supaya Tasyabbuh dengan Nasrani dan agama lain, diantaranya dengan memasukkan bentuk nyanyian gereja ke masjid, ulang tahun dan sebagainya

Program Kedua
Program kedua dinamakan “Shada” dalam istilah Freemasonry berarti membentuk agama baru dan agama tandingan di seluruh dunia.

# Salah satunya yaitu di India ketika Islam bangkit untuk kembali ke Alquran dan Hadist dan mengobarkan Jihad fisabilillah, pihak penjajah Inggris bekerja sama denganFreemasonry mendirikan gerakan anti Jihad. Antara lain yaitu dengan menggalakkan sufi dengan perantara ulama bayaran anggota Freemasonry . Ditunjukkanya seorang Freemason “ Mirza Ghulam Ahmad”, ia mendakwakan dirinya sebgai Nabi akhir zaman , Bhuda awatara, Krisna, dan semacamnya.

# Rabithah Alam islami yang bersidang di Makkah 14-18 Rabiul Awal1394 memutuskan bahwa Ahmadiyah itu bukan Islam dan berkaitan dengan Zionisme.

# Dan kasus-kasus “aliran sesat islam” yang beredar di indonesia seperti sholat dua bahasa dan lainya, kemungkian besar berkaitan dengan program Freemasonry.

Program Ketiga
Program ketiga dinamakan parokim, dalam istilah Freemasonry:

# Membuat gerakan yang bertentangan untuk satu tujuan Mengembangkan Freemasonry lokal dalam suatu negara dengan nama lokal, tetpi tiada lepas dari asas dan tujuan Freemasonry.
# Mendukung tori-teori bertentangan.
# Membangkitkan kufarat dan menyiarkan teori Sigmond Freud dan CharlesDarwin sehingga antara antara Ilmu pengetahuan dan agama bersaing, kalah mengalahkan.

Program Keempat
Program keempat dinamakan Libarim, dalam istilah Freemasonry :
# Melenyapkan etika klasik yang mengekang pergaulan muda-mudi, termasuk melalui penyebaran kebebasan seksual.
# Mengahpus hukum yang melarang kawin antaragama untuk menurunkan generasi bebas agama.
# Pengambangan pendidikan seks di sekolah-sekolah
# Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam hal “kedudukan waris” dan “pakaian”.
# Mengembalakan pemuda-pemudi kedunia khayali, dunia musik, dan narkoba. Serta membuat bet satan (rumah setan) untuk menampung pemuda-pemudi kealamnya.
# Mengorganisir kaum lesbian, guy, lutherianserta pengakuan hak mereka dalam hukum.

Program Kelima
Program kelima dinamakan Babill, dalam istilah Freemasonry yakni memupuk asas kebangsaan setiap bangsa dan menjaga kemurnian bangsa Yahudi.

Program Keenam
Program Keenam ini dinamakan Onan dalam istilah Freemasonry:


# Mengekang pertumbuhan bangsa Goyim (orang selain Yahudi).
# Menyuburkan perempuan-perempuan Yhaudi menjadi peridi.

Program Ketujuh
Program ketujuh dinamakan protokol. Dalam istilah Freemasonry, protokol khusus untuk program bangsa Yhaudidalam Suhyuniah (zionisme) yang dimulai dengan pengantar protokol.
Isi protokol adalah tentang rencana Yahudi untuk menguasai dunia, diantaranya peghancuran ekonomi suatu negara, penghancuran moral suatu bangsa dan banyak lagi. Dengan program protokol bangsa Yahudi dapat menjadi penguasa ekonomi dunia, pengatur Politikdan penerangan dunia.

Program Kedelapan
Program kedelapan ini disebut Gorgah, dalam istilah Freemasonry :
# Untuk merusak para pemimpin negara, ulama dan partai, mereka harus dijerumuskan dalam pasar seks dengan seribu satu jalan. Pepatah Yahudi mengatakan”jadikanlah perempuan cantik untuk alat suatu permainan siasat.”
# Membuat jerat dan jala seks bagi seseorang yang terhormat. Jika namanya disiarkan sehingga kehormatanya jatuh.
# Menyebarkan agen Kasisah, yaitu intel Fremasonry untuk menghancurkan martabat lawan ditempat-tempoat maksiat.
# Mendirikan gedung perjudian terbesar dan modern.
# Melemahkan pasukan lawan dengan perempuan dan obat khusus.
Program Kesembilan
Program kesembilan dinamakan Plotisme yaitu:
# Mendidk alim ulama dalam Plotis yang pahamnya terapung ambang.
# Alim ulama plotis itu disebarkansebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga Islam.
# Alim ulama Plotis harus diangkat menjadi anggota kehormatan Freemasoonry.

Program Kesepuluh
Program kesepuluh ini dinamakan Qornun, dalam istilah Freemasonry :
# Orang-orang yang terpilih yang berbahaya bagi Freemasonry didukung agar menjadi kaya sehingga bergelimang harta, tetapi akhirnya di peras secara halus oleh suruhan Freeemasonry.
# Memberi dana pendidikan bagi pendidikan agama dalam hal berniaga, bertani, dan sebgainya sehingga mereka sibuk dalam keduniaan.
# Lawan-lawan Freemasonry agar terjerat riba dan bank Freeamsonry.
# Menghasut dan memberi jalan dengan berbagai cara agar para pejabat bank diluar bank Yahudi melakukan korupsi sehingga bank tersebut hancur dan kelak bank itu dibantu oleh bank Freemasonry dengan ikatan yang kuat. Bank itu akan bersiri kembalio dengan tujuh puluh lima persen modal Yahudi. Kemuidan pemimpin bank dan karyawan tersebut diberi ajaran Freemasonry dan menjadi anggotanya..
Dari data-data tersebut kita lihat bahwa begitu mendunianya program-program Freemasonry, dan Allah SWT telah memperingatkan ini dalam QS 8:72 bahwa mereka saling bahu membahu dan menjadi pelindung satu dengan lainya, dan pada lafadz “illa taf’aluuhu” Allah SWT memerintahkan kita untuk mengadakan upaya program tandingan Tansiq yaitu penyatuan hati umat islam. Dalam hal ini Ulama Islam sebagai pemegang amanah Para Rosul harus mulai bersatu untuk memimpin dan membangun Program tandingan yang mendunia yang insya Allah pasti akan menghancurkan program-program mereka.

Sumber : http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=28350

Selasa, 04 Juni 2013

Analisis sistem tanda pada kebudayaan sunda


  • Tradisi Nyongcot (Bhs. Sunda) atau Tumpengan setelah Khatam Juz ‘Amma (DiTurus-Patia)

Kajian yang digunakan yaitu semiotika Roland Barthes secara kronologi tradisi ini dilakukan oleh para santri yang baru menamatkan juz ama dipondok Rumah. Sebagai E1 adalah tumpeng (Nasi) yang dihiasi aneka rempah seperti cabai,bawang putuh,dll serta lauk pauk biasanya seekor ayam yang dipanggang utuh dihiasi butiran telur ayam atau bebek disampingnnya dan dibuatkan semacam sarang sebagai hiasan telur dari sayuran seperti kol,kentang,seledri,dll, tidak lupa juga diatas tumpeng ditancapkan uang biasanya pecahan Rp. 100.000an, sebagai E2 ini merupakan sebuah tradisi yang turun temurun dalam sebuah keluarga / ucapan terimakasih kepada sang guru karena telah sanggup mengajari si anak/santri sampai tamat/khatam juz ‘amma. Sebagai R1 Hampir sama dengan E1 yaitu tumpeng yang indah dengan hiasan lauk pauk,sayuran,dan uang serta warna ke emasan pada tumpeng  yang dihasilkan dari rempah kunyit dan sebagai R2 ( terkognisi) yaitu pengakuan sudah mendapat ijazah kelulusan  dari tingkat dasar (juz ama) menuju tingkat tinggi artinya si anak sudah siap menggali ilmu al-qur’an seutuhnya tanpa ragu modal dasar ditinggalkan hal ini dapat juga terlihat dari bentuk tumpeng yaitu kerucut “dari hal-hal dasar menuju yang lebih spesifik atau pokok”. ( bentuk pengakuan dari masyarakat kalau si anak sudah khatam membaca ayat suci Al-Qur’an pada tingkat dasar sebagai modal ke tingkat lebih tinggi).
  •  Tradisi Mipit Pare (Panen Padi)

Kajian yang digunakan yaitu semiotika ferdinand de saussure, tradisi ini biasa dilakukan para petani didaerah pandeglang pada waktu menjelang panen padi.
Dalam mengkaji saussure ada dua hal yaitu penanda dan petanda, sebagai penanda yaitu dua rumpun padi yang diikat menggunakan bunga kepayang beureum diatasnya ada kemenyan yang dibakar (biasanya pakai jampi-jampi) sedangkan petandanya bahwa padi ini siap dipanen dan petani berkeyakinan bahwa akan mendapatkan hasil yang berlimpah ruah (padinya banyak yang berisi)
Atau kajian semiotika Roland Barthes, Sebagai E1 yaitu dua rumpun padi yang dipilih dan terlihat paling matang untuk dipanen, daun dan bunga kepayang beureum serta kemenyan yang dibakar, sebagai E2 yaitu padi siap untuk dipanen, sebagai R1 yaitu hampir sama dengan E1 yaitu rumpun padi yang diikat oleh bunga kepayang beureum dan diselipkan daunnya serta kemenyan yang dibakar diantara himpitan daun kepayang beureum, sebagai R2 yaitu (Terkognisi) bentuk kepercayaan bahwa padi akan semakin berisi setelah kemenyan dibakar, bentuk penghormatan kepada Dewi Sri, Dan mungkin ini bentuk syukur pada nenek moyang yang memiliki tanah sawah terdahulu (dan masih banyak lagi kemungkinan yang terkognisi di alam pikir interpretan selain yang saya tulis).
Sedangkan biasanya beberapa “abah” menggunakan jangjawokan sejenis mantra sunda sebagai pengiring pembakaran kemenyan, salah satunya yaitu :
Mangga Nyi Pohaci ( dewi sri)
Nyimas Alame Nyimas Mulane (pemilik alam pemilik semesta)
Geura ngalih ka gedong
manik ratna inten
Abdi ngiringan Ashadu sahadat panata,
panetep gama)
Iku kang
jumeneng lohelapi Kang ana teleking ati
Kang ana lojering Allah, Kang ana madep maring
Allah
Iku wuju salamaet ing dunya,
Salamet ing akherat
Asahadu anla ila haileloh Wa ashadu anna
Muhammaddarrasolullah
Abdi seja babakti kanu sakti,
agung tapa
Nyanggakeun
sangu putih sapulukan
Kukus kuning purba herang,
Tuduh kang seseda tuhu
Datang ka sang seda herang
Tepi ka kang seda sakti
Nu sakti neda kasakten,
Neda deugdeugan tanjeuran
Secara makna harfiah ajimantra di atas menggambarkan sebuah penyerahan terhadap sang pencipta atas segala kenikmatan alam yang didapat dari Nya serta pengaharapn atas keinginan lebih dari yang lebih didapat sekarang (saya hanya bisa menterjemahkan sebagian karna ajimantra ini merupakan bahasa sunda wiwitan).

Makalah Temuan Psikolinguistik


1.1   LATAR BELAKANG
Psikolinguistik adalah penggabungan antara dua kata “psikologi” dan “linguistik”, yang merupakan dua buah disiplin yang berlainan dan berdiri sendiri. Secara kebetulan kedua disiplin ini mengkaji suatu perkara yang sama, yaitu bahasa, dengan cara yang berlainan dan dengan tujuan yang berlainan pula.
Temuan psikolinguistik amat beragam jumlah dan versi teorinya. Salah satu temuan psikolinguistik yang sangat penting bagi pengajaran bahasa adalah lahirnya perbedaan konsep antara pemerolehan bahasa (language acquisition) dan pembelajaran bahasa (language learning).
Oleh karena adanya keragaman dan variasi temuan psikolinguistik, maka akan diuraikan mengenai temuan mengenai pemerolehan fonologi, kosa kata, sintaksis, dan semantik, serta pragmatik.
1.2   RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1)    Bagaimana pemerolehan fonologi dalam psikolinguistik?
2)    Bagaimana pemerolehan kosa kata dalam psikolinguistik?
3)    Bagaimana pemerolehan sintaksis dalam psikolinguistik?
4)    Bagaimana pemerolehan semantik dalam psikolinguistik?
5)    Bagaimana pemerolehan pragmatik dalam psikolinguistik?
1.3   METEDOLOGI PENELITIAN
          Makalah ini menggunakan pendekatan studi pustaka.


1.4   SISTEMATIKA PENULISAN
          Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dari pembahasan ini, maka penulis membagi menjadi tiga bab dan setiap bab memiliki sub-sub yang berkaitan.
Sistematika penulisan secara terperinci sebagai berikut :
1.     Bab pertama adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan
2.     Bab kedua adalah pembahasan meliputi: pembelajaran bahasa, sejarah pembelajaran bahasa, strategi pembelajaran bahasa indonesia, metode pembelajaran, teknik pembelajaran.
3.     Bab ketiga adalah penutup. Bab ini terdiri dari kesimpulan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1   PEMEROLEHAN FONOLOGI
Jakobson mengemukakan bahasa ada keuniversalan dalam bunyi-bunyi bahasa, dan urutan pemerolehannya. Menurut Jakobson, pemerolehan bunyi berjalan selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri dan anak memperoleh bunyi-bunyi ini melalui suatu cara yang konsisten. Bunyi yang pertama yang keluar dari anak adalah kontras antara vocal dan konsonan. Dalam hal bunyi vocal ini, ada tiga vocal yang disebut sebagai sistem vocal minimal (minimal vocalic system) yang sifatnya universal. Artinya, dalam bahasa manapun ketiga bunyi vocal ini pasti ada :
                                       I                                              U
                            
                                                 
           A
Suatu bahasa bisa memiliki lebih dari tiga vokal ini, tetapi tidak ada bahasa yang memiliki kurang daripada tiga vokal ini.
Mengenai konsonan, Jakobson mengatakan bahwa kontras pertama muncul adalah oposisi antara oral dengan nasal dan kemudian disusun oleh labial dengan detal. Sistem kontras ini disebut sistem konsomental minimal (minimal consonantal system).
Inventori bunyi-bunyi bisa saja berbeda dari satu bahasa ke bahasa yang lain yang memang merupakan fakta, tetapi hubungan sesama bunyi itu sendiri bersifat universal. Oleh karena itu terdapat hukum yang dinamakan Laws of Irreversible.
Kalau kita perhatikan urutan pemerolehan bunyi-bunyi yang dilakukan oleh anak, yakni dari bunyi yang mudah ke bunyi yang sukar, maka dapat dikatakan bahwa anak mengikuti kaidah yang dinamakan The Law of Least Efforts (kaidah usaha minimal). Ukuran mudah sukarnya suatu bunyi didasarkan pada artikulasi dan jumlah fitur distingtif yang ada pada masing-masing bunyi.
Clark dan Clark lebih jauh menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan orang dewasa dalam kenyataan bahwa :
1)    Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang mereka dengar;
2)    Anak-anak menukar (mengganti) ucapan mereka dari waktu ke waktu menuju orang dewasa;
3)    Anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu.

à  Beberapa teori pemerolehan fonologi :
2.1.1   Teori Struktural Sejagat
          Teori ini mencoba menerangkan pemerolehan fonologi berdasarkan jagat-jagat linguistik, ysitu hukum-hukum structural yang mengatur tiap-tiap perubahan bunyi. Teori ini ditemukan oleh Jakobson.
2.1.2   Teori Generatif Struktural Sejagat
          Unsur-unsur yang paling menonjol dari teori ini adalah penemuan konsep dan pembentukan hipotesis berupa unsur-unsur yang dibentuk oleh kanak-kanak berdasarkan data-data linguistik utama, yaitu kata-kata dan kalimat yang didengarkan sehari-hari. Teori ini dikemukakan oleh Moskowitz dengan meluaskan teori struktural sejagat yang diperkenalkan oleh Jakobson dengan cara menerapkan unsur-unsur fonologi yang diperkenalkan oleh Chomsky dan Halle (1963).
2.1.3   Teori Proses Fonologi Alamiah
          Teori ini dilandasi oleh pengandaian bahwa sistem fonologi suatu bahasa pada umumnya merupakan bukti dari satu sistem proses-proses fonologi nurani yang disesuaikan dengan cara-cara tertentu oleh pengalaman-pengalaman linguistik. Menurut Stampe, proses-proses fonologi kanak-kanak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan, pengaturan penuranian representasi fonemik orang dewasa. Teori ini diperkenalkan oleh David Stampe.
2.1.4   Teori Prosodik Akustik
          Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses sosialisasi, sehingga pengkajian data mengenainya lebih tepat dilakukan di rumah dalam konteks sosialisasi terutama untuk mengetahui proses-proses yang berlaku pada waktu pemerolehan fonologi. Teori ini diperkenalkan oleh Waterson.
2.1.5   Teori Persepsi Penuh Sistem Logogen
          Teori ini diperkenalkan oleh Smith. Dalam melahirkan fonologinya, Smith telah menggabungkan kesimpulan pengamatan penuh dengan satu model psikologi yang eksplisit, yaitu model logogen yang diperkenalkan oleh Morton.
2.1.6   Teori Kontras dan Proses
          Teori ini diperkenalkan oleh Ingram, yaitu satu teori yang menggabungkan bagian-bagian penting daripada teori Jakobson dengan bagian-bagian penting daripada teori Stampe kemudian menyelaraskan hasil gabungan ini dengan teori perkembangan Piaget.

2.2   PEMEROLEHAN KOSA KATA
Secara konseptual antara pemerolehan bahasa atau perkembangan pemerolehan bahasa dengan perkembangan bahasa adalah berbeda. Perkembangan pemerolehan bahasa menekankan segi pemerolehan bahasa yang ditandai oleh awal kelahiran seorang bayi, sedangkan aspek perkembangan bahasa mempersoalkan bagaimana perkembangan bahasa yang telah diperoleh.
Dalam pemerolehan kosa kata, anak mempelajari dua jenis kosa kata, yaitu kosa kata umum dan kosa kata khusus. Pada setiap jenjang umur, kata-kata umum lebih banyak dari pada kosa kata khusus.
2.2.1   Kosa Kata Umum
1)       Kata benda
2)       Kata kerja
3)       Kata sifat
4)       Kata keterangan
5)       Kata ganti
2.2.2   Kosa Kata Khusus
1)       Kosa kata warna
2)       Jumlah kosa kata
3)       Kosa kata waktu
4)       Kosa kata uang
5)       Kosa kata ucapan populer
6)       Kosa kata sumpah
7)       Bahasa rahasia

Menurut para pakar, urutan pemerolehan kosa kata seorang anak dimulai dari kosa kata dasar (basic vocabulary). Tarigan mencoba merinci jenis-jenis kosa kata dasar, yaitu :
1)       Istilah kekerabatan
2)       Nama-nama bagian tubuh
3)       Kata ganti pokok (diri, penunjuk)
4)       Kata bilangan pokok
5)       Kata kerja pokok
6)       Kata keadaan pokok
7)       Nama benda-benda

Hal yang perlu dicatat, bahwa setelah anak memasuki usia sekolah perkembangan kosa katanya akan semakin luas. Diperkirakan seorang anak kelas 1 SD telah mengetahui kira-kira antara 20.000 hingga 24.000. sedangkan anak kelas IV SD diperkirakan telah mengetahui sekitar 50.000 kosa kata dan anak yang telah memasuki SMU telah mengetahui 80.000 kosa kata.

2.3   PEMEROLEHAN SINTAKSIS
Pada umumnya para peneliti pemerolehan bahasa beranggapan bahwa pemerolehan sintaksis hanya bermula apabila kanak-kanak mulai menggabungkan dua atau lebih kata-kata (lebih kurang umur 2 tahun). Oleh karena itu, peningkatan satu kata atau holoprastik (lihat Steinberg, 1949 :157) pada umumnya dianggap hidup berkaitan dengan perkembangan sintaksis sebab masa ini anak belum memiliki ciri penggabungan dengan kata lain untuk membentuk frasa atau klausa.  Meskipun ahli-ahli seperti E.Clark (1977) dan Gagman (1979) dalam Simanjuntak (1987 : 199) mempunyai keyakinan bahwa peringkat satu kata (holoprastik) ini dapat memberikan gambaran dalaman mengenai perkembangan sintaksis dan karena itu ada baiknya diikutsertakan dalam teori pemerolehan sintaksis. Berikutnya berbicara mengenai penguasaan sintaksis ini akan dibagi dua bagian, yaitu pemerolehan sintaksis pada anak usia pra-sekolah (0-4 tahun) dan pada anak usia sekolah (5 tahun ke atas).
2.3.1   Pemerolehan Sintaksis Pada Anak Usia 0-4 Tahun
Di dalam perkembangan anak (normal), konstruksi sintaksis paling awal dapat diamati pada usia sekitar 8 bulan. Namun, pada beberapa anak tertentu sudah dapat ditemui pada usia sekitar 1 tahun, sedangkan pada beberapa anak yang lain pada usia dari dua tahun. Perkembangan penguasaan kosa kata.
Tahap perkembangan sintaksis pada anak secara singkat dapat dirangkum sebagai berikut (Ingram, 1989 : 3); ini pentahapan yang dikenal secara tradisional.
1)    Masa “pra-lingual”- Lahir sampai akhir usia 1 tahun.
2)    Kalimat satu kata - sekitar 1 tahun sampai 1,5 tahun.
3)    Kalimat dengan rangkaian kata - sekitar 1,5- 2 tahun
4)    Konstruksi sederhana dan kompleks – 3 tahun. (Purwo,1991 :1211).
Pada usia 2 tahun anak mulai menguasai kaidah infleksi (deklinasi, konjungsi, dan perbandingan), dan pada usia 2,6 ke atas terjadi pemunculan klausa sematan dan kalusa subordinatif. Sebelum usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak, dengan kata tanya seperti mengapa?, kapan, (Stern, 1924 dikutip dari Ingran 1989 :39-45 melalui (Purwo, 1991 : 121).
Dalam hal ini, ada beberapa perbedaan pendapat diantara para peneliti. Nice (1925, dikutip dari Ingran 1989 : 46), misalnya melaporkan bahwa anak usia 3 tahun baru dapat menguasai kalimat pendek atau kalimat tidak sempurna. Adapun kalimat lengkap dan kalimat kompleks baru dikuasai anak usia 4 tahun. Perbedaan ini menurut Bowerman (1981), antara lain karena perbedaan mengenai jenis-jenis kalimat yang didefinisikan sebagai kalimat “kompleks” dan perbedaan mengenai pengetahuan yang dimaksud sudah memiliki anak sehingga dapat menghasilkan “kalimat kompleks” itu. Akan tetapi, menurut Bowerman, kebanyakan penelitian berkesimpulan bahwa sebagian besar jenis-jenis kalimat kompleks sudah muncul pada anak usia 2 dan 4 tahun.
Pada paruh kedua usia 3 tahun muncul penggunaan konjungsi koordinatif dan subordinatif. Sebelum usia, klausa hanya disejajarkan saja, tanpa dirangkai dengan konjungsi. Pada usia ini, belum terdapat konstruksi dengan klausa yang menduduki fungsi subjek. Menurut Limber (1976, dikutip dari Bowerman, 1981 :288), keterlambatan “pengoperasian subjek” ini bukan karena kekurangtahuan anak, melainkan kebanyakan  kalimat yang diucapkan oleh anak pada usia ini mengandung subjek yang berupa promina atau nama diri, yang memang tdak terbuka untuk mengalami perluasan konstruksi.
2.3.2   Penguasaan Sintaksis Anak Usia 5 Tahun ke Atas
Sampai dengan tahun 1960-an orang beranggapan bahwa anak sudah dapat menguasai sintaksis bahasa ibunya pada usia 5 tahun, dan perkembangan selanjutnya hanyalah penambahan kata-kata canggih.  Disertai Carol Chomsky (1968 terbit 1969) melawan anggapan ini. Di dalam penelitian itu ditelusuri perbedaan antara tata bahasa anak usia 5 sampai 10 tahun dan tata bahasa orang dewasa, dan tersingkaplah bahwa ada sejumlah sintaksis bahasa Inggris yang belum dikuasai dengan sempurna pada anak usia sekolah dasar. Pendapat ini didukung oleh pengetahuan mengenai perkembangan kognitif anak. Pada anak usia antara 5 dan 14 masih terjadi perubahan kognitif yang mendasar. Kalau kita menganut pandangan Piaget, yaitu bahwa perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan bahasa erat berkaitan dengan perkembangan kognitif, maka masih akan terjadi pula perkembangan bahasa pada anak usia 5 tahun.
2.3.3   Teori Tata Bahasa Pivot
Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak dimulai ileh Braence (1963), Bellugi (1964), Broern dan Fraser (1964), dan Miller dan Ervin (1964). Menurut kajian awal ini ucapan dua kata kanak-kanak ini terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya kata-kata itu di dalam kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal dengan nama kelas Pivot dan kelas terbuka. Kemudian berdasarkan kedua jenis kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa Pivot. Pada umumnya kata-kata yang termasuk kelas pivot adalah katap-kata fungsi (function words) atau kata penuh (full words) seperti kata-kata berkategori nomina dan verba. Ciri-ciri umum kedua jenis kata ini adalah berikut ini.

Kelas Pivot
Kelas Terbuka
1.  Terdapat pada awal atau akhir kalimat.
2.  Jumlahnya terbatas, tetapi sering muncul.
3.  Jarang muncul anggota baru (kata baru).
4.  Tidak pernah muncul sendirian.
5.  Tidak pernah muncul bersama dalam satu kalimat
6.  Tidak punya rujukan sendiri;  tetapi selalu merujuk pada kata-kata lain dari kelas terbuka.
1.  Dapat muncul pada awal dan akhir kalimat.
2.  Jumlahnya tidak terbatas, sehingga tidak begitu sering muncul.
3.  Sering muncul angora baru (kata baru)
4.  Bisa muncul sendirian.
5.  Bisa muncul bersama dalam satu kalimat; atau juga dari kelas pivot.
6.  Mempunyai rujukan sendiri.

Gabungan kata pivot dan kata kelas terbuka menurut Mc. Neil yang mungkin adalah:
P       +       O
O       +       P
O       +       O
          O
          Yang tidak mungkin adalah
*P      +       P
          *P
2.3.4   Teori Hubungan Bahasa Nurani
Tata bahasa generative transformasi dari Chomsky (1957,1965) sangat terasa pengaruhnya dalam pengkajian perkembangan sintaksis kanak-kanak. Menurut Chomsky hubungan-hubungan tata bahasa tertentu seperti “subjek-of, predicate-of, dan direct object-of)” adalah bersifat universal dan dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia ini.
Berdasarkan teori Chomsky tersebut, Mc. Neil (1970) menyatakan bahwa pengetahuan kanak-kanak mengenai hubungan-hubungan tata bahasa universal ini adalah bersifat “nurani”. Maka itu, akan langsung mempengaruhi pemerolehan sintaksis kanak-kanak sejak tahap awalnya. Jadi, pemerolehan sintaksis ditentukan oleh hubungan-hubungan tata bahasa universal ini.
Menurut teori generative transformasi Chomsky hubungan subject-of dapat dirumuskan seperti bagan berikut:
K                FN + FV
Keterangan:
K       = kalimat              FN     = frase nomina
FV     = frase verbal
Sejalan dengan teori hubungan-hubungan bahasa nurani ini, Menyuk (Simanjuntak, 1987) menyarankan satu teori pemerolehan sintaksis yang ditentukan oleh system linguistic generative transformasi yang telah menajdi sebagian pengetahuan kanak-kanak. Pengetahuan yang telah diperoleh sejak lahir ini mengenai rumus-rumus struktur dasar tata bahasa dan rumus-rumus transformasi dan fonologi mennetukan bentuk-bentuk ucapan kanak-kanak. Jadi menurut Menyuk, tanpa konteks ekstra linguistik, ucapan awal kanak-kanak akan menunjukan hubungan atau urutan S + V (subjek + verba) dengan posisi O (objek) sebagai opsional. Dengan demikian, kalimat-kalimat berurutan OSV dan SOV pun akan muncul di samping kalimat-kalimat SVO.
2.3.5   Teori Hubungan Tata Bahasa Dan Informasi Situasi
Selanjutnya Bloom juga menyatakan bahwa suatu gabungan kata telah digunakan oleh kanak-kanak dalam suatu situasi yang berlainan. Juga dengan hubungan yang berlainan di antara kata-kata alam gabungan itu. Umpamanya, kedua kata benda dalam “momy sock” pada contoh yang lalu sangat jelas menunjukan hal itu. Pada situasi pertama hubungan kedua kata benda itu adalah menyatakan hubungan subjek-objek, sedengkan dalam situasi kedua adalah hubungan pemilik-objek. Contoh lain “sweet chair” yang disajikan di atas kiranya dapat menyatakan tiga hubungan bergantung pada situasinya. Dalam bahasa Indonesia ucapan “ibu kue” dalam situasi yang berbeda-beda dapat diartikan:
1) anak itu meminta kue kepada ibunya
2) anak itu menunjukan kue kepada ibunya.
3) anak itu menawarkan kue kepada ibunya.
4) anak itu memberitahukan ibunya bahwa kuenya jatuh atau diambil orang lain, dan sebaginya.
2.3.6   Teori Komulatif Kompleks
Teori ini dikemukakan oleh Brown (1973) berdasarkan data yang dikumpulkannya. Menurut Brown, urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif kompleks semantik merfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh itu. Jadi, sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa. Dari tiga orang kanak-kanak (berusia dua tahun) yang sedang memperoleh bahasa Inggris yang diteliti Brown, ternyata morfem yang pertama dikuasai adalah bentuk progressive-ing dari kata kerja; padahal bentuk ini tidak sering muncul dalam ucapan-ucapan orang dewasa.
2.3.7   Teori Pendekatan Semantik
Teori pendekatan semantik ini menurut Greenfield dan Smith (1976)  pertama kali diperkenalkan oleh Bloom. Dalam hal ini Bloom (1970) mengintergrasikan pengetahuan semantik dalam perkembangan sintaksis ini berdasarkan teori generative transformasinya Chosmky (1965).
Perbedaan antara pendekatan semantik ini dengan teoari hubungan tata bahasa nurani adalah bahwa kalau teori tata bahasa nurani menerapkan hubungan-hubungan sintaksis dalam menganalisis struktur ucapan kanak-kanak, maka teori pendekatan semantik menemukan strujtur ucapan itu berdasarkan hubungan-hubungan semantik. Jadi teori hubungan tata bahasa nurani menerapkan struktur sintaksis orang dewasa, yaitu:
K                FN + FV
pada ucapan-ucapan kanak-kanak, sedangkan teori pendekatan semantik menemukan struktur:
Agen + kerja + objek, atau
Agen + kerja, atau
Objek + kerja
pada ucapan kanak-kanak, yaitu struktur yang menggambarkan hubungan-hubungan semantik. Namun, menurut Bowerman (1973) dan Brown (1973) hubungan-hubungan semantik ini tidak selalu sejalan atau sesuai dengan hubungan-hubungan sintaksis yang diterapkan.

2.4   PEMEROLEHAN SEMANTIK PADA ANAK
          Berbeda dengan pemerolehan fonologi yang banyak dipengaruhi oleh aspek fisiologi, pemerolehan makna lebih banyak ditentukan oleh kematangan gaya kognitif dan lingkungan. Proses menuju ke kedewasaan menambah kemampuan untuk mengamati dan menyerap fenomena alam sekitar, lingkungan memberikan bahan masukan untuk mengelompokkan atau memilah-milah satu fenomena dari yang lain. Dengan dasar seperti inilah anak sedikit demi sedikit memberikan makna bagi aktivitas, keadaan, dan benda-benda disekitarnya (Dardjowidjojo, 1991 : 71-72).
2.4.1   Pengembangan Makna
Pengembangan makna pada anak-anak mengikuti alur tertentu. Ada makna proporsional, yakni makna yang merujuk pada pelaku pembuatan makna itu sendiri, hal atau orang yang terkena perbuatan, lokasi, waktu, dan sebagainya. Dalam pertumbuhannya menyerap alam sekitar, anak lama-lama menemukan adanya perbedaan-perbedaan kategori semantik seperti ini. Alur ini adalah alur yang merujuk pada rasa ingin tahu, pertanyaan, perintah, penolakan dan sebagainya. Makna seperti ini adalah makna yang pragmatik. Alur yang ketiga adalah makna yang memang kodratnya ada pada masing-masing kata. Makna dalam kategori ini sangatlah kompeks. Karena anak harus dapat menyerap dan membuat hipotesis sendiri mengenai kemiripan ataupun perbedaan antara satu entitas dengan entitas yang lain sering pula bersifat relatif.
Apabila ada pelaku yang melakukan suatu terhadap suatu hal, anak harus dapat menyerap hubungan antara tiga elemen ini, meskipun wujud ajarannya mungkin barulah satu patah kata.  Lebih kompleks lagi adalah kata-kata rasional yang mempunyai dimensi yang kontras, seperti besar versus kecil, tinggi versus rendah, panjang versusu pendek, dan sebagainya.
2.4.2   Pemerolehan Nomina
          Penguasaan nomina pada anak ada dua pola yang saling bertentangan. Di satu pihak, anak melakukan generalisasi makna menjadi overextention atau mencakup pengertian yang lebih luas daripada semestinya. Dalam hal perluasan makna ini ada dua pandangan yang menarik. Hipotesis fitur semantik yang diajukan oleh Eve de Clark  (di de villers, 1982 : 126) menyatakan bahwa kita memiliki sekelompok fitur semantik, tetapi seorang anak kecil hanya menguasai sebagian dari fitur-fitur ini.
          Teori lain ( Browman, 1977, di de Vilers dan de Vilers, 1982 :128) beranggapan bahwa anak tidak memetik makna parsial, tetapi secara kompleksif.  Anak tidak memandang salah satu atau beberapa fitur semantik itu lebih relevan daripada yang lain.  Anak pada umumnya memanfaatkan tangga yang di tengah sebagai titik tolak. Oleh karena itu, pengertian-pengertian yang umumlah yang pertama-tama (diberikan orang tua dan) dikuasai anak. Anak akan lebih dahulu mengenal mama, papa, sebelum kakek, nenek, paman, ipar dan sebagainya. Dengan kata lain, makna diciutkan ke arah suatu yang ada di tengah tangga abstraksi.
2.4.3   Pemerolehan Verba dan Kategori Lain
          Seperti halnya nomina, verba pun diperoleh anak secara bertingkat dengan yang umum dikuasai terlebih dahulu dan yang kompleks dikuasai kemudian. Umumnya verba dan kategori lain seperti pronomina yang dikuasai awal adalah yang berkaitan dengan kehidupan anak sehari-hari misalnya jatuh, pecah, habis, dan bentuk. Pemerolehan lain seperti adjektif juga selaras dengan pemerolehan nomina atau verba. Salah satu hal yang menarik dalam hal ini adalah bahwa umumnya adjetif yang positif lah yang dikuasai terlebih dahulu. Seperti kita maklumi, banyak adjektif yang yang memiliki polaritas positif dan negatif, misalnya besar -kecil, tinggi - pendek, tebal – tipis, dan seterusnya. Dari ketiga contoh ini, besar, tinggi, dan tebal merujuk pada pengertian yang positif. Tidak mustahil bahwa dalam proses penguasaan secara sempurna si anak tersandung-sandung secara semantik sehingga terjadilah kesimpangsiuran pengertian.

2.5   PEMEROLEHAN PRAGMATIK
          Dalam definisinya yang paling mendasar, pragmatik dapat dikatakan sebagai cabang ilmu linguistik yang membahas penggunaan bahasa –The study of language use (Ninio dan snoe, 1989:9,  Verschueren. 1999:1 dalam Dardjowidjojo. 2009:1). Bahasa terdiri dari tiga komponen ini terkait dengan unit analisis sendiri-sendiri. Pragmatik bukan memberikan prespektif yang berbeda terhadap bahasa. Prespektif ini ditemukan pada tiap komponen.
          Karena pragmatik merupakan bagian dan prilaku berbahasa maka penelitian tentang pemerolehan tidak mengamati, bagaimana anak mengembangkan kemampuan pragmatiknya. Seperti disarankan oelh Nino dan Snow (1996:1), paling tidak kita perlu mempelajari :
1)    Pemerolehan niat komunitatif (communicative intens) dan pengembangan ungkapan bahasanya.
2)    Pengembangan kemampuan bercakap-cakap dengan segala aturannya, dan
3)    Pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif
2.5.1   Pemerolehan Niat Komunikatif
Dalam minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukan niat komunikatifnya dengan antara lain tersenyum, menoleh jika dipanggil, menggapai bila diberi sesuatu, memberikan sesuatu kepada orang lain, dan kemudian main cilukba. Semua ini ada pada masa pravokalisasi dan sering dirujuk dengan istilah Proto-deklaratif dan Proto-imperatif karena memang dua bentuk ini lah yang muncul pada awal (Ninio dan Snow:47, dalam Dardjowidjojo, 2004:44). Setelah perkembangan biologisnya memugkinkan anak mulai mewujudkan niat komunikatif ini dalam bentuk bunyi. Ninio dan Snow bahkan mendapati bahwa dalam mewujudkan urutan-urutannya yang ditandaskan pada bagian kepentingan pragmatik seperti: kepentingan ujaran, peran kelayakan ujaran, dan kompleksitas kognitif (Ninio dan Snow, 1996:104).
Kepentingan ujaran pada anak bertitik tolak pada sudut pandang anak sehingga macam ujaran yang muncul juga mencerminkan kepentingan diri.
2.5.2   Pengembangan Kemampuan Percakapan
Anak secara bertahap menguasai aturan-aturan yang ternyata ada dan harus diikuti. Suatu percakapan mempunyai tiga komponen: 1. Pembuka, 2. Giliran, 3. Penutup.
Dalam pembukaan harus ada ajakan dan tanggapan –A mengajak dan B menanggapi. Dalam batang tubuh percakapan ada aturan main yang harus diperhatikan, khususnya aturan yang berkaitan dengan giliran berbicara (Clark dan Clark, 1997;227-232; Langford, 1994, Geis, 1998). Aturan yang normal adalah 1. Giliran bicara berikutnya adalah ada pada orang yang diajak bicara oleh pembaca, 2. Diliran bicara berikutnya lagi adalah pada orang  yang berbicara lebih dahulu, 3. Giliran bicara berikutnya adalah pada pembicara, bila ternyata tidak ada orang lain yang berbicara.
          Meskipun aturan (1-3) seperti dijabarkan di atas banyak dipakai orang, sifatnya tidak dapat dikatakan universal karena tatakrama yang berlaku dalam masyarakat berbeda-beda. Dalam masyarakat kita aturan mengenai giliran untuk berbicara tampaknya dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan keluarga.
2.5.3   Pengembangan Piranti Wacana
Wacana untuk anak pada umumnya berbentuk percakapan antara anak dengan orang dewasa atau anak dengan anak meskipun dalam percakapan tersebut bila terdapat narasi, eksplanasi dan definisi. Percakapan seperti ini dapat berjalan lancar karena tiga hal. Pertama, pendengarnya adalah orang dekat seperti orang tua, kakak-adik, eyang dan untuk banyak orang Indonesia, pembantu kedua pendengar memberikan dukungan konversasional kepada anak. Tidak jarang dalam suatu percakapan dengan anak, orang dewasa memberikan dukungan yang berupa kalimat memancing atau membimbing kelanjutan pembicaraan. Ketiga hal yang dibicarakan umumnya berkaitan dengan ihwal sini dan kini. Keberadaan dan kekongkreatn benda, serta rujukan pada peristiwa yang sedang berlangsung memudahkan ank untuk berbicara,
Dalam perkembangan pragmatiknya, anal perlu untuk lama kelamaan melepaskan diri dari ketergantungan itu sehingga akhirnya dapat mewujudkan wacana tanpa harus ada bimbingan (clue) dari orang dewasa.



BAB III
KESIMPULAN

Bahasa memiliki keuniversalan dalam bunyi-bunyi bahasa dan urutan pemerolehannya. Secara konseptual antara pemerolehan bahasa atau perkembangan pemerolehan bahasa dengan perkembangan bahasa adalah berbeda.
Dengan bangkitnya tata bahasa transformasi generative pada akhir tahun 1950-an, maka para psikolog pun mulailah memandang bahasa kanak-kanak maupun orang dewasa dengan cara baru. Adanya penekanan dalam teori linguistik pada kaidah-kaidah dan struktur sintaksis.
Pemerolehan makna lebih banyak ditentukan oleh kematangan daya kognitif dan lingkungan. Proses menuju kedewasaan menambah kemampuan untuk mengamati dan menyerap fenomena alam sekitar.
Bahasa terdiri dari tiga komponen dasar : Fonologi, Sintaksis (termasuk morfologi), dan Semantik. Masing-masing komponen ini terkait dengan unit analisis sendiri-sendiri. Pragmatik bukan memberikan perspektif yang berbeda terhadap bahasa. Perspektif ini ditemukan pada tiap komponen. Pragmatik merupakan bagian dari perilaku berbahasa.

 Daftar Pustaka :
Rosidin, Odin. PSIKOLINGUISTIK.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teorerik.  Jakarta : Rineka Cipta.