Selasa, 09 Oktober 2012

KONTEKS WACANA


KONTEKS WACANA


A.       Pengertian Konteks

Dahulu ahli-ahli bahasa menganalisis kalimat di luar konteks. Arti atau makna
dari sebuah kalimat sebenarnya barulah dapat dikatakan benar bila kita ketahui siapa pembicaranya, siapa pendengarnya bila diucapkan dan lain-lain. Oleh sebeb itu, para ahli wacana menganalisis kalimat-kalimat itu dengan menganalisis konteksnya terlebih dahulu. Ahli wacana memperlakukan datanya sebagai teks yang berada dalam suatu konteks.
            Wacana dan bagian-bagian wacana atau satuan bahasa senantiasa dituturkan dalam konteks. Dengan kata lain, wacana dan bagian-bagian wacana senantiasa memiliki konteks Tidak ada wacana baik secara utuh maupun secara parsial yang dituturkan tanpa konteks. Hal itu sejalan dengan hakikat wacana sebagai teks. Dalam hal ini konteks dapat diartikan sebagai hal-hal yang menjadi lingkungan teks, apa yang terjadi di sekitar teks.

B.        Macam-macam Konteks

Secara garis besar konteks dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu konteks
linguistik dan konteks ekstralinguistik. Di bawah ini akan diuraikan satu per satu.


1.         Konteks Linguistik
Konteks linguistik merupakan konteks wacana atau lingkungan wacana yang
berupa unsur  bahasa. Pada uraian berikut dikemukakan konteks linguistik yang mencakup a) penyebutan depan, b) sifat kata kerja, c) kata kerja bantu, dan d) proposisi positif.
a.         Penyebutan Depan
Penyebutan depan adalah lingkungan linguistik yang berupa bagian wacana
yang disebut terdahulu sebelum bagian teks yang lain. Dari penyebutan depan itulah status sebuah acuan (sesuatu yang dimaksudkan) dapat terwujud dan dapat dikenali.
Agar lebih jelas, lihatlah contoh di bawah ini.
(1)    Tersebutlah pada zaman dahulu seorang raja yang sangat terkenal. Dia dikenal sebagai raja yang adik dan bijaksana. Rakyatnya penuh hormat dan pengabdian kepadanya.
(2)    Pada zaman dahulu ada janda yang memiliki seekor singa. Seorang janda itu masih muda. Seekor singa bengis dan suka makan kepala orang.

Kalimat pertama pada teks (1) tersebut merupakan prasyarat kehadiran
kalimat kedua dan ketiga. Hal itu dibuktikan dengan menghilangkan kalimat pertama
pada teks tersebut. Dapat dibayangkan bahwa teks wacana tersebut tidak akan terwujud jika kalmat pertama dihilangkan karena kita tidak akan mengenali acuan dia pada kalimat kedua dan acuan –nya pada kalimat ketiga.
            Berbeda dengan teks (1) di atas, pada teks (2) terjadi keganjilan karena kalimat kedua dan ketiga tidak mengandung informasi yang dapat dicari dari kalimat pertama.

b.         Sifat Kata Kerja
Kita harus pahami dulu bahwa kata kerja terbagi dua kategori, yaitu kata kerja
generik (umum) dan kata kerja tak generik  (spesifik). Kata kerja generik adalah kata kerja yang benda penyertanya tidak dapat menjadi informasi lama, yakni informasi yang tidak dapat disebut kembali dengan pemarkah itu atau ini. Sebaliknya, kata kerja tak generik adalah kata kerja yang benda penyertanya dapat diikuti objek dan objek itu dapat disebut kembali dengan pemarkah ini atau itu. Dengan cirri tersebut dapat kita lihat bahwa dua kalimat pada (3) membentuk wacana, sedangkan pada (4) tidak membentuk wacana. Perbedaan itu terjadi karena verba memiliki pada (3) berciri tak generik (spesifik), sedangkan suka pada (4) berciri generik (umum).
(3)    Di desa ini ada petani yang memiliki lembu. Lembu itu ditempatkan dibelakang rumah.
(4)    Di desa ini ada petani yang suka lembu. Lembu itu ditempatkan di belakang rumah.

c.          Kata Kerja Bantu
Kata kerja bantu adalah kata kerja yang ditambahkan pada kata kerja utama.
Ada kata kerja bantu modal (yang menunjukkan sikap batin: harus, pasti, mungkin, ingin, suka, mau, dan sebagainya) dan ada kata kerja bantu aspek (yang menunujukkan keberlangsungan kerja: sudah, akan, belum, baru, dan sebagainya). Apakah kata-kata tersebut berdampak pada pembentukan wacana. Lihatlah contoh kalimat-kalimat dibawah ini. Dua kalimat pada (5) dan (6) membentuk teks, sedangkan pada (7) dan (8) tidak membentuk teks.
(5)    Dodo sudah membeli sepeda baru. Sepeda itu dibelinya dengan uang dari orang tuanya.
(6)    Yaya baru saja mendapat hadiah. Hadiah itu merupakan pernghargaan dari kepala kantornya.
(7)    Dodo belum membeli sepeda baru. Sepeda itu dibelinya dengan uang dari orang tuanya.
(8)    Yaya ingin mendapatkan hadiah. Hadiah itu merupakan penghargaan dari kepala kantornya.

d.         Proposisi Positif
Secara sederhana proposisi dapat diartikan sebagai pernyataan. Secara teknis,
proposisi dapat diartikan sebagai konfigurasi makna yang terjadi dari hubungan antara unsur subjek dan predikat beserta unsur-unsur yang lain dalam klausa atau kalimat. Menurut Kridalaksana (1993) proposisi adalah konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari pembicaraan, yang terjadi dari predicator yang berkaitan dengan satu argumen atau lebih. Dalam rumusan yang sederhana dapat dikatakan bahwa proposisi adalah pernyataan, yang setidaknya mengandung dua komponen, yakni pokok (apa yang dibicarakan dalan kalimat) dan sebutan (ulasan yang digunakan untuk menjelaskan pokok).
            Dari segi ada tidaknya negasi, proposisi dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni proposisi positif dan proposisi negatif. Proposisi positif adalah proposisi yang tidak dinegatifkan, sedangkan proposisi negatif adalah proposisi yang dinegatifkan.
Lihatlah contoh di bawah ini.
(9)      Oded punya sepatu roda. Sepatu itu dibelinya di Pasar Baru.
(10)  Oded tidak punya sepatu roda. Sepatu itu dibelinya di Pasar Baru.

            Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa dua kalimat pada (9) membentuk wacana, sedangkan dua kalimat pada (10) tidak membentuk wacana.

2.         Konteks Ekstralinguistik
Konteks ekstralinguistik  adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur
bahasa. Konteks ekstra linguistik itu bermacam-macam. Hymes  (1974) membagi unsur-unsur konteks menjadi latar, peserta, hasil, amanat, cara, sarana, norma, dan jenis. Sedangkan Moeliono (1988) menyatakan bahwa konteks dibentuk oleh berbagai unsusr, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa unsur konteks diantaranya adalah latar, peserta, topik, praanggapan, dan saluran komunikasi.
a.         Latar/Setting
Latar adalah konteks kewacanaan yang berupa tempat, waktu, dan peristiwa
pembicaraan dilakukan. Termasuk dalan latas ini hubungan antara pembicara dan pendengar, gerak-gerik tubuhnya, roman mukanya. Dengan mengetahui seperti itu mukanya merah karena marah, atau pucat karena takut, waktunya ketika jauh malam, atau pagi-pagi benar akan  akan membuat seseorang memahami makna pembicaraan.
Konteks tersebut sangat berpengaruh dalam penggunaan satuan unsur wacana.
(11)“Inikan sudah jam satu. Masak begitu saja tidak siap.” Sebentar lagi lonceng
                 berbunyi. Apa kita harus menunggu di sini. Terlampau! Ayo cepat!
Kalau kita ketahui latarnya, seprti dimuka kelas, jam telah menunjukkan jan 13.00 dan yang berbicara itu marah, hubungannya antara murid dan guru, tentulah dapat kita terka bahwa yang dibicarakan itu soal kerja siswa yang sudah diberi waktu cukup tapi tidak juga selesai.

b.         Peserta/Partisipan
Peserta mengacu kepada peserta percakapan yaitu orang yang berpartisipasi
dalam percakapan. Dalam hal ini yang dimaksud peserta adalah pembicara (penyapa) dan pendengar (pesapa).
            Peserta dengan berbagai aspeknya sangat berpengaruh terhadap tuturan. Contoh sederhana yang sering kita gunakan adalah penggunaan kata sapaan dalam wacana. Jika kita berhadapan dengan lelaki dewasa yang sudah tua dan belum dikenal, kata sapaan yang kita pilih adalah bapak atau pak. Hal ini akan berbeda ketika kita bertemu dengan teman sebaya yang umurnya tidak beda jauh, biasanya kita hanya memanggil namanya saja. Lihatlah contohnya di bawah ini.
(12) “Maaf Pak, apakah boleh saya mengganggu? Rumah Mas Jono sebelah
     mana yah.”
(13)     “Tang, kamu mau kemana? Ke pasar yah!”

c.          Topik
Sama pentingnya dengan peserta adalah topik pembicaraan. Dengan
mengetahui topik pembicaraan akan mudahlah bagi seseorang yang mendengar atau membaca untuk memehami pembicaraan atau tulisan. Banyak kata-kata yang mempunyai makna lain dalam bidang-bidang tertentu.
            Topik adalah pokok isi sebuah wacana. Topik sebuah wacana dapat diketahui dengan mengajukan pertanyaan “Tentang apa penutur/penulis berbicara atau menulis?” atau “Apa yang dikemukakan oleh penutur?”. Dalam wacana konversasi, topik adalah apa yang sedang dibicarakan oleh peserta percakapan.

d.         Kode
Kode mengacu kepada ragam bahasa yang digunakan. Kalau salurannya lisan,
kodenya dapat dipilih salah satu dialek bahasa yang ada. Lain halnya jika salurannya tulis, maka ragam bahasa bakulah yang digunakan. Pemilihan kode bahasa yang tidak tepat sangat berpengaruh pada efektivitas komunikasi.

e.          Saluran Komunikasi
Bahasa digunakan dengan berbagai cara. Ada yang digunakan secara lisan,
ada juga yang digunakan secara tulisan. Lisan dan tulisan merupakan saluran bahasa. Dengan kata lain ada media lisan dan ada media tulisan.
            Dalam bahasa tulis, unsur isi diungkapkan lebih lengkap daripada dalam bahasa lisan.Seorang siswa yang meminta uang sekolah dan biaya hidup kepada orang tuanya tentu menggunakan wacana yang berbeda bergantung saluran lisan atau tulis yang dipilihnya. Jika dia sudah berhadapan langsung dengan orang tuanya, wacana lisan cocok digunakan. Sebaliknya, jika dia tidak berhadapan langsung, maka wacana dengan surat (16) cocok digunakan.
(15) “Bu, uang sekolah dan biaya hidupku sudah habis. Beri lagi ya Bu!”
(16)    Buat Ibu yang saya sayangi.
Ananda dalam keadaan sehat. Mudah-mudahan keluarga di kampung  juga demikian.
Bu, uang sekolah dan biaya hidup di kota sudah hampir habis, soalnya minggu kemarin harus membeli dua buah buku yang harganya agak mahal. Karena itu, Ananda mengharapkan kiriman uang dari Ibu. Mudah-mudahan Ibu dapat mengirimkannya dalam waktu dekat. Soalnya, kalau terlambat Ananda harus berutang ada teman.

Demikian Bu, kabar dari Ananda. Mohon doanya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar